Kamis, 24 November 2011

PEMBELAJARAN GEOMETRI BERBASIS TEORI VAN HIELE

PEMBELAJARAN GEOMETRI BERBASIS TEORI VAN HIELE
Ofirenty Eyada Nubatonis
ABSTRAK
Fakta dilapangan menunjukkan dibahwa banyak siswa baik siswa Sekolah Dasar maupun siswa Sekolah Menengah mengalami kesulitan dalam mempelajari geometri. Oleh karena itu diperlukan upaya perbaikan pembelajaran di sekolah. Teori Van Hiele dapat digunakan untuk sebagai alternatif solusi dari permasalahan ini. Penekanan dari teori ini adalah pembelajaran geometri dirancang berdasarkan tingkat berpikir siswa dan proses pembelajaran terjadi dalam tahapan-tahapan yang hirarkis.

1.      PENDAHULUAN
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa geometri merupakan salah satu bidang dalam matematika yang dianggap sulit oleh siswa. Banyak faktor penyebab yang menjadi akar dari permasalahan ini. Bisa saja hal ini  terjadi karena pembelajaran yang dirancang  oleh guru tidak mempertimbangkan beberapa aspek penting seperti kemampuan siswa, kontent/materi ajar, metode dan hubungan antara faktor-faktor ini. Biasanya pembelajaran di kelas berlangsung dengan alur menjelaskan konsep/prosedur, memberikan contoh-contoh soal dan memberikan latihan soal.  
Fakta yang sering terjadi, khususnya dalam pembelajaran geometri di Sekolah Dasar, guru lebih mengandalkan buku paket. Misalnya dalam mengajarkan materi tentang bangun datar, siswa hanya sebatas melihat gambar-gambar abstrak dan menghafal sifat-sifat bangun-bangun datar. Tentunya pembelajaran seperti terlalu abstrak dan tidak sesuai dengan kemampuan berpikir siswa. akibat ini akan berdampak sampai siswa menginjak sekolah menengah.
Pelajaran matematika menjadi momok bagi siswa tingkat SMU dan SMP karena peletakkan dasar matematika usia dini yang kurang kuat. Pembelajaran pada usia dini sangat berpengaruh pada keseluruhan proses belajar matematika di tahun-tahun berikutnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Safrudiannur (2010) yang mengungkapkan bahwa kemampuan kognitif siswa-siswa tergolong standar untuk siswa SMP, hanya sedikit diantaranya yang lebih baik.
Ariesandi (2007), mengungkapkan bahwa urutan pengenalan matematika yang baik kepada anak adalah sebagai berikut:
*      Belajar menggunakan benda konkrit/nyata
*      Belajar membuat bayangan pikiran
*      Belajar menggunakan simbol
Lebih jauh lagi dijelaskan bahwa jika ingin mendapatkan hasil yang baik sebaiknya proses tersebut dilalui tahap demi tahap dan jangan ada satupun proses yang terlewati. Jika ada tahapan yang dilewati, pada suatu saat si anak harus membentuk konsep sendiri dari awal.
Dengan demikian kendala yang kita hadapi saat ini bahwa pembelajaran yang dirancang tidak memperhatikan kemampuan berpikir siswa atau dengan  kata lain pembelajaran tidak dirancang sesuai dengan alur yang tepat.  Masalah tersebut akan menghambat tingkat kemajuan berpikir siswa dan menghambat penguasaan bahan pembelajaran geometri. Alternatif solusi adalah memilih pembelajaran yang memperhatikan tingkat berpikir siswa dalam geometri.
Teori Van Hiele adalah suatu teori tentang tingkat berpikir siswa dalam mempelajari geometri, dimana siswa tidak dapat naik ke tingkat yang lebih tinggi tanpa melewati tingkat yang lebih rendah. Teori Van Hiele ini sendiri dikembangkan secara lebih luas oleh pasangan suami-istri Pierre Van Hiele dan Dina Van Hiele-Geldof sekitar pada tahun 1957. Dalam teori ini terkandung tiga aspek yaitu eksistensi setiap level, karakteristik setiap level dan perpindahan dari level yang satu ke level yang lain. Teori ini memuat lima tingkat berpikir siswa dalam geometri yang utama secara berurutan yaitu: tingkat berpikir 0: Visualisasi (Visualization), tingkat berpikir 1: Analisis (Analysis), tingkat berpikir 2: Abstraksi (Abstraction), tingkat berpikir 3: Deduksi (Deduction), dan tingkat berpikir 4: Keakuratan (Rigor). 
Dalam Sunardi (2005) menjelaskan beberapa keunggulan dari teori van hiele yaitu:
*      Teori Van Hiele memfokuskan pada belajar geometri
*      Teori Van Hiele menyediakan tingkatan hierarkis pemahaman dalam belajar geometri dimana setiap tingkat menunujukkan proses berpikir yang digunakan seseoarang dalam belajar konsep geometri. Hal ini berarti bahwa sajian pembelajaran akan dapat dirancang berdasarkan tingkat-tingkat berpikir siswa sehingga pembelajarannya akan lebih efektif.
*      Teori Van Hiele menyediakan deskriptor umum pada setiap tingkatan yang dijabarkan dalam deskriptor yang lebih operasional dan setiap tingkatan dapat dikembangkan tahap-tahap pembelajarannya.
*      Teori Van Hiele memiliki keakuratan dalam mendeskripsikan berpikir siswa dalam geometri.
Dengan demikian perlunya suatu rancangan pembelajaran geometri dengan mempertimbangkan kemampuan berpikir siswa. Teori Van Hiele dalam apat menjadi solusi alternatif  untuk mengatasi masalah ini. Dalam makalah ini akan dikaji tentang teori ini dan aplikasinya dalam pembelajaran geometri di sekolah. Penekanan dari teori ini adalah merancang pembelajaran geometri dalam tahapan-tahapan yang hirarkis.  Tahapan-tahapan pembelajaran dirancang dengan memperhatikan tingkat kemampuan berpikir siswa dan fase-fase pembelajaran yang dijelaskan dalam teori ini.

2.      PEMBAHASAN
a.      Tingkat Berpikir Siswa menurut Teori Van Hiele
Pernahkah kita menemui beberapa kasus,  Siswa dapat mengenal bangun datar persegi tetapi tidak dapat menjelaskan sifat-sifatnya?  Ataukah siswa tidak memahami bahwa persegi adalah persegipanjang? Mungkin kita juga menemukan bahwa ada siswa yang komplain ketika guru ingin membuktikan sesuatu yang sudah diketahuinya.
Teori Van Hiiele merupakan salah satu  model pembelajaran yang menjelaskan tentang proses berpikir siswa dalam pembelajaran geometri. Pierre M. Van Hiele, dan istrinya Dina M. van Hiele, mengembangkan teori ini lewat pengalaman mereka dalam  berbagai eksperimen dan penelitian khususnya tentang geometri. Hiele sangat tertarik untuk mengetahui mengapa siswa selalu mengalami kesulitan dalam pembelajaran dan bagaimana cara mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut.
Teori ini memuat lima tingkat berpikir siswa dalam geometri yang utama secara berurutan yaitu: tingkat 0: Visualisasi (Visualization), tingkat 1: Analisis (Analysis), tingkat 2: Abstraksi (Abstraction), tingkat 3: Deduksi (Deduction), dan tingkat 4: Keakuratan (Rigor).
            Tingkat 0: Visualisasi (Visualization). Dalam tingkat ini siswa berpikir tentang konsep-konsep dasar geometri, seperti bangun-bangun yang sederhana, terutama berdasarkan apa yang tampak secara utuh sebagai satu kesatuan tanpa memperhatikan sifat-sifat dari komponen-komponennya. Siswa pada tingkat ini sudah mengenal bangun-bangun geometri seperti persegipanjang, persegi kemudian jajargenjang dan sebagainya. Berdasarkan wujud tampilan dari bangun-bangun itu secara nyata. Siswa dalam tingkat ini belum mampu mencirikan bangun-bangun tersebut, misalkan: trapesium memiliki sepasang sisi yang sejajar. Siswa dalam tingkat ini juga belum dapat menerima sifat-sifat atau konsep-konsep geometri secara pengertian tetapi hanya sekedar hafalan. Sebagai contoh, jika diberikan gambar-gambar bangun datar seperti pada gambar 2.1.  Pada level ini, siswa dapat menentukan bahwa gambar (a) adalah persegi dan gambar (b) adalah persegi panjang. Lebih lanjut lagi, jika siswa diminta untuk menggambar bangun-bangun ini pada kertas/papan tulis maka siswa tidak dapat menggambar dengan besar sudut yang tepat dan sisi-sisi yang berhadapan sejajar.
(a)
(b)
Gambar 2.1
 










            Tingkat 1: Analisis (Analysis). Dalam tingkat ini siswa berpikir tentang konsep-konsep geometri berdasarkan analisis bagian-bagian komponen dan atribut secara informal. Dapat menentukan syarat-syarat perlu suatu konsep. Siswa dalam tingkat ini sudah mengetahui sifat-sifat dari suatu segi empat (persegipanjang, persegi, jajargenjang dan lain sebagainya), Misalkan: sepasang sisi suatu trapesium sejajar, terdapat sepasang sudut sama besar pada suatu layang-layang.
            Tingkat 2: Abstraksi (Abstraction). Dalam tingkat ini siswa memahami sifat-sifat dari konsep-konsep menurut susunan yang logis. Membentuk definisi-definisi abstrak dan dapat membedakan antara syarat perlu dan cukup dari sekumpulan sifat dalam menentukan suatu konsep. Dalam tingkat ini siswa dapat menentukan struktur-struktur bangun–bangun datar segiempat, di samping itu siswa sudah dapat diajak berpikir secara deduktif-aksiomatif dan dapat membentuk suatu struktur geometri yang sifatnya abstrak walaupun sifatnya informal.
            Tingkat 3: Deduksi (Deduction). Dalam tingkat ini siswa berpikir secara formal dalam konteks sistem matematika, melengkapinya dalam undefined term, aksioma-aksioma, sistem logika mendasar, definisi-definisi dan teorema-teorema. Siswa dalam tingkat ini sudah dapat diajak berpikir secara deduktif formal. Bukti-bukti dari suatu teorema sudah tidak lagi dibuktikan dengan menggunakan induktif tetapi sepenuhnya secara deduktif dengan menggunakan unsur-unsur geometri seperti pengertian pangkal, aksioma, definisi dan teorema, walaupun belum memahami secara sungguh-sungguh mengapa aksioma itu dimunculkan. Siswa dalam tingkat ini belum mampu apakah aksioma yang digunakan sudah tepat atau belum dalam struktur geometri yang bersangkutan.
            Tingkat 4: Keakuratan (Rigor). Dalam tahapan ini geometri sudah terlihat sebagai sesuatu yang abstrak. Pada tingkat ini siswa dapat membandingkan sistem-sistem berdasarkan pada aksioma-aksioma yang berbeda dan dapat menelaah bermacam-macam geometri tanpa menghadirkan teori-teori kongkrit. Siswa dalam tingkat ini sudah dapat berpikir jernih mengapa dalam suatu struktur geometri menggunakan aksioma-aksioma tertentu. Jika aksioma-aksioma diubah maka akan didapatkan suatu struktur geometri yang lain. Karena dalam tingkat ini siswa dapat membandingkan sistem-sistem berdasarkan pada aksioma-aksioma yang berbeda, maka geometri non Euclid dapat diajarkan. Sehingga mahasiswa atau pelajar di tingkat Perguruan Tinggi yang dapat mencapai tingkat ini.
Van Hiele (1986) dalam Jaguthsing (1998) menjelaskan bahwa menelusuri tingkat berpikir siswa bukanlah suatu hal yang mudah. Urutan tingkat ini tidak terletak pada materi yang diajarkan tetapi terdapat dalam pemikiran siswa. Walaupun Van Hiele mengklaim bahwa akar dari teori ini adalah Piaget tetapi hasil peningkatan bukan merupakan proses pematangan atau pengembangan secara alamiah.
b.      Sifat-sifat yang berkaitan dengan tingkat-tingkat berpikir
            Menurut Crowley (1987), Van Hiele menggeneralisasi beberapa karakteristik dari model pembelajaran ini yaitu:
1)      Berurutan (Sequencial). Dalam teori Van Hiele jika seorang siswa akan mencapai tingkat tertentu maka tingkat-tingkat di bawahnya harus ia peroleh. Artinya, agar siswa berhasil dalam satu tingkat tertentu maka siswa tersebut sudah harus berhasil melewati tingkat-tingkat  sebelumnya.
2)      Peningkatan (advancement). Proses dari satu level ke level yang lebih tinggi tergantung pada materi dan model pembelajaran yang digunakan. Ada metode pembelajaran yang dapat membuat siswa berpindah level dan ada juga yang menghambat atau mencegah terjadinya peningkatan level. Van Hiele juga menjelaskan bahwa adanya kemungkinan untuk mengajar siswa di atas kemampuan aktualnya. Misalnya mengajarkan tentang pecahan tanpa siswa tahu arti pecahan. Atau pada tingkat yang lebih tinggi lagi, siswa diajarkan tentang turunan dan integral tanpa siswa mengetahui definisi dari turunan dan integral.
3)      Ekplisit dan Implisit. Apa yang implisit pada satu tingkat akan menjadi eksplisit pada tingkat berikutnya. Misalnya, pada tingkat 0 hanya bentuk gambar yang dipahami siswa, tetapi pada tingkat 1 gambar itu sudah di analisa dan juga komponen-komponen dan sifat-sifatnya ditemukan.
4)      Lingustic. Setiap tingkat mempunyai simbol bahasa dan sistem relasi yang akan mengaitkan simbol-simbol itu. Bila dua orang yang berbeda tingkat saling bertukar pikiran maka mereka tidak akan mengerti satu sama lain. Misalnya seorang guru yang menanyakan kepada siswa yang masih tingkat 0 mengapa persegi merupakan persegipanjang maka siswa tersebut tidak akan mengerti alasannya karena pertanyaan tersebut seharusnya diperuntukkan kepada siswa yang memiliki tingkat berpikir 2.
5)      Mismatch. Bila guru, materi pembelajaran, kosakata, media pembelajaran dan lain sebagainya tidak sesuai dengan level siswa maka siswa akan mengalami kesulitan mengikuti proses pembelajaran.

c.       Fase Pembelajaran van Hiele
Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa menurut Van Hiele proses berpindahnya tingkat berpikir siswa bukan merupakan suatu kematangan atau proses alam. Hal ini berarti bahwa perpindahan level yang rendah ke level yang lebih tinggi dipengaruhi oleh proses pembelajaran. Oleh karena itu, Van Hiele menyarankan lima urutan fase pembelajaran yaitu:

Fase 1: Informasi
Pada awal fase ini, guru dan siswa menggunakan tanya jawab dan kegiatan tentang obyek-obyek yang dipelajari pada tahap berpikir yang bersangkutan. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sambil melakukan observasi. Misalnya, “apa itu belah ketupat?”, “apa itu persegi?”, “apakah belah ketupat merupakan persegi?” atau “Apakah persegi merupakan belahketupat”? Tujuan kegiatan ini adalah: (1) guru mempelajari pengetahuan awal yang dipunyai siswa mengenai topik yang dibahas, (2) guru mempelajari petunjuk yang muncul dalam rangka menentukan pembelajaran selanjutnya yang akan diambil.

Fase 2: Orientasi terbimbing
Pada fase ini, siswa diperkenalkan dengan objek-objek yang sifat-sifatnya akan diabstraksikan siswa dalam pembelajaran. Tujuan fase ini agar siswa aktif  terlibat dalam mengeksplorasi objek-objek tersebut. Dengan demikian, guru perlu menyajikan materi dalam tugas-tugas yang singkat untuk mendapatkan . Misalnya, guru memberikan papan berpetak/papan berpaku dan meminta siswa untuk membentuk belahketupat, selanjutnya membentuk belah ketupat lainya dengan ukuran yang lebih besar, ukuran yang lebih kecil, dan lain sebagainya.
Fase 3 : Ekplisitasi
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, siswa menyatakan pandangan yang muncul mengenai struktur yang diobservasi. Di samping itu untuk membantu siswa menggunakan bahasa yang tepat, guru memberikan bantuan seminimal mungkin. Hal tersebut berlangsung sampai sistem hubungan pada tingkat berpikir ini mulai tampak nyata.
Fase 4: Orientasi bebas
Pada fase ini, siswa menghadapi tugas-tugas yang lebih kompleks berupa tugas yang memerlukan banyak langkah, tugas-tugas yang dilengkapi dengan banyak cara, dan tugas-tugas open-ended. Mereka memperoleh pengalaman dalam menemukan cara mereka sendiri, maupun dalam menyelesaikan tugas-tugas. Melalui orientasi di antara para siswa dalam bidang investigasi, banyak hubungan antara obyek-obyek yang dipelajari menjadi jelas.
Fase 5: Integrasi
Pada fase ini, siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang te1ah dipelajari. Guru dapat membantu dalam membuat sintesis ini dengan melengkapi survey secara global terhadap apa-apa yang te1ah dipelajari siswa. Hal ini penting, tetapi kesimpulan ini tidak menunjukkan sesuatu yang baru.


d.      Indikator Tingkat Berpikir Van Hiele
Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Burger dan Shaughnessy (1986) (dalam  Aris, 2005) , menghasilkan data yang cukup untuk menyusun suatu indikator (karakteristik) tingkat-tingkat perkembangan berpikir geometri teori van Hiele, namun penelitian  tersebut hanya memberikan indikator untuk tingkat 0 sampai tingkat 3. Indikator-indikator tersebut adalah:
1.      Indikator untuk tingkat 0 (visualisasi)
*      Siswa menggunakan sifat-sifat  yang  tidak  tepat  untuk membedakan, mengidentifikasi, mengkarakterisasi dan memilih bangun-bangun geometri.
Contoh:
Trapesium dengan sudut bagian atas lebih kecil daripada sudut di ba­gian bawah. Di sini siswa dalam mengidentifikasi bangun trapesium, siswa membedakannya berdasarkan sudut.
*      Siswa  bergantung  pada  contoh-contoh  visual   dalam menentukan bangun-bangun geometri.
Contoh:           Jajargenjang adalah bangun seperti tempe.
      Persegi panjang adalah bangun seperti jendela
*     
Segiempat dengan sisi bergerigi
Siswa mengikutsertakan sifat-sifat yang tidak relevan dalam mengidentifikasi  dan  menjelaskan  bangun-bangun geometri
persegi
bukan persegi
Contoh:





*      Siswa tidak dapat membayangkan  bahwa  banyaknya  suatu jenis bangun yang dapat digambar tak hingga.
Contoh: Saat siswa disuruh menggambar bangun segiempat, siswa hanya mampu menggambar 6 macam segiempat, yaitu trapesium, layang-layang, jajargenjang, persegi panjang, persegi dan belah ketupat. Siswa tersebut masih belum menyadari bahwa dari jenis bangun persegi saja dapat dibuat tak hingga bangun persegi yang lain.
*      Siswa melakukan  pemilihan  bangun  secara  tidak  tetap  dan memilih bangun yang tidak sesuai dengan sifat-sifat yang ia sebut sendiri.
Contoh: Siswa diberikan beberapa bangun segiempat.
A
C
B
 




Siswa menyebutkan sifat-sifat layang-layang, yaitu: memiliki tepat sepasang sudut sehadap yang sama besar, diagonalnya saling tegak lurus. Kemudian siswa tersebut menunjuk bangun yang sesuai dengan sifat-sifat yang ia sebut sendiri adalah bangun A dan bangun C. Siswa telah salah menunjuk bangun A sebagai layang-layang, karena bangun A bukanlah layang-layang tetapi belah ketupat, dalam hal ini siswa salah dalam menunjuk bangun A karena tidak sesuai dengan sifat yang ia sebut sendiri yaitu memiliki sepasang sudut yang sehadap sama besar.
*      Siswa tidak dapat menentukan nama suatu bangun berdasarkan sifat-sifat yang diketahui, dan bergantung  pada gambar.
Contoh: 
Pada saat siswa diberikan beberapa sifat suatu bangun segiempat, yaitu: memiliki dua sisi panjang dan dua sisi pendek, sepasang sisi yang panjang memiliki panjang yang sama, sepasang sisi yang pendek memiliki panjang yang sama, memiliki tepat sepasang sisi yang sejajar. Untuk menebak bangun tersebut, siswa terlebih dahulu menggambar bangun yang sesuai dengan sifat-sifat yang diberikan, kemudian siswa menjawab bangun tersebut adalah bangun persegi panjang, padahal bangun yang dimaksud adalah bangun trapesium sama kaki.
2.       Indikator untuk tingkat 1 (analisis)
*      Siswa membedakan bermacam-macam bangun geometri menurut sifat-sifat komponennya.
Contoh:       Siswa dapat membedakan bangun persegi dengan belah ketupat dengan membandingkan sifat sudutnya. Persegi memiliki sudut 90o sedangkan belah ketupat sudutnya belum tentu 90o.
*      Siswa mengabaikan "class inclusion" (himpunan bagian) di antara bangun-bangun geometri.
Contoh:
a)      Dalam memilih bangun persegi panjang, siswa tidak memasukkan persegi sebagai suatu jajargenjang, sebab siswa tersebut mendefinisikan persegi panjang sebagai suatu bangun yang mempunyai dua sisi panjang yang sama dan sejajar, dua sisi pendek  yang sama dan sejajar, serta semua sudutnya 90.
b)      Dalam mendefinisikan jajargenjang, siswa tidak memasukkan persegipanjang dan belah ketupat sebagai suatu jajargenjang. Bagi siswa tersebut jajargenjang adalah suatu bangun yang dibatasi oleh dua garis sejajar yang sama panjang, letaknya horisontal dan dua garis lain yang letaknya miring dan sama panjang, dimana dua garis miring tersebut panjangnya berbeda dengan dua garis yang pertama.
*      Siswa memilih bangun-bangun geometri berdasarkan satu kesamaan sifat tertentu dan mengabaikan sifat lain.
Contoh: 
Diberikan sifat-sifat berikut: memiliki empat sisi yang sama panjang, memiliki sepasang sisi yang sejajar, jumlah sudut yang berhadapan 180o, sudut yang berhadapan sama besar. Siswa menjawab bangun tersebut adalah bangun persegi. Disini siswa mengabaikan sifat apakah bangun tersebut memiliki sudut siku-siku apa tidak?
*      Menggunakan sifat-sifat yang diperlihatkan hanya sebagai syarat perlu,  tidak sebagai syarat cukup dalam menentukan nama bangun dalam mystery shape.
   Contoh : Diberikan sifat-sifat sebagai berikut.
a)        Suatu bangun dengan empat sisi lurus,
b)        Mempunyai dua sisi panjang dan dua sisi pendek.
Dengan dua sifat tersebut siswa mengatakan bahwa bangun yang dimaksud adalah  persegipanjang,  sebab  mempunyai dua sisi panjang dan dua sisi pendek. Padahal, bangun yang bersangkutan belum tentu merupakan persegipanjang.
*      Siswa menyatakan suatu bangun dengan menyebutkan sifat-sifatnya, bukan namanya.
Contoh
Melihat bangun di samping, siswa tidak mengatakan bahwa bangun itu persegipanjang, tetapi mengatakan suatu bangun tertutup, bersisi empat dan semua sudutnya 90o.
*      Siswa terpaku pada definisi yang terdapat di dalam buku, belum dapat  mendefinisikan dengan bahasanya sendiri.
*      Siswa memperlakukan geometri seperti pada fisika, yaitu dengan  melakukan percobaan-percobaan atau dengan membuat gambar-gambar.
Contoh:
Berapa pasang sisi sejajar dalam suatu jajargenjang?
Untuk menjawab pertanyaan ini, siswa lebih dahulu menggambar jajargenjang dan mengamati gambar yang dibuat
*      Siswa belum memahami langkah-langkah pembuktian matematika.
A
B
C
D
Contoh:
Diketahui trapesium samakaki ABCD, buktikan bahwa diagonal .
Siswa membuktikan  dengan  melihat  gambar  saja,  atau dengan mengukurnya.
3.      Indikator untuk tingkat 2 (abstraksi)
*      Siswa  dapat  mendefinisikan  bangun  geometri  secara lengkap.
Contoh:
Siswa dapat mendefinisikan bahwa persegipanjang adalah suatu bangun tertutup, bersisi empat, semua sudutnya 90° dan sisi-sisi yang berhadapan kongruen.
*      Siswa mampu mendefinisikan dengan bahasanya sendiri, dapat dengan cepat memahami dan menggunakan definisi-definisi dari konsep-konsep yang baru.
Contoh:
Siswa diberikan beberapa contoh persegi, kemudian siswa tersebut mampu mendefinisikan persegi dengan bahasanya sendiri.
*      Secara eksplisit bergantung pada definisi-definisi.
Contoh:
Sebutkan sifat-sifat jajargenjang.
Sebelum menyebutkan sifat-sifat jajargenjang, siswa lebih dahulu  mendefinisikan  atau  mengingat  definisi jajargenjang tersebut.
*      Siswa mampu memahami bentuk ekivalen dari suatu definisi.
Contoh:
Diberikan dua definisi persegi sebagai berikut, Persegi adalah belah ketupat yang sudutnya 90o, kemudian siswa diminta untuk menyebutkan definisi persegi yang lain. Kemudian siswa menyebutkan definisi persegi sebagai berikut: Persegi adalah persegi panjang yang sisinya sama panjang. Dari hal tersebut tampak siswa telah memahami bentuk ekivalen dari suatu definisi.
*      Siswa memahami susunan bangun-bangun secara logis, termasuk "class inclusion" (himpunan bagian).
Contoh:

J
B
S
P
J : jajargenjang
B : belah ketupat
P : persegipanjang
S : persegi
*      Siswa memilih bangun-bangun geometri menurut sifat-sifat yang benar secara matematis.
Contoh:
Memilih trapesium berdasarkan tipe-tipe trapesium pada umumnya, yaitu trapesium samakaki, trapesium siku-siku, dan trapesium sembarang.
*      Siswa mampu menggunakan pernyataan “jika…., maka…
Contoh:
Jika pada suatu persegi panjang dua sisi yang berdekatan sama, maka bangun itu adalah persegi.
*      Siswa belum memahami peranan aksioma dan teorema, misalnya apa perbedaan aksioma dan teorema.
Contoh: 
Diberikan tiga pernyataan sebagai berikut: terdapat 4 titik, dari dua titik dapat dibangun tepat sebuah garis, ada 6 macam segiempat yang berbeda. Dari tiga pernyataan tersebut, siswa tidak dapat membedakan manakah aksioma dan manakah teorema.
*      Siswa memahami bahwa banyaknya suatu jenis bangun adalah tak hingga banyak
Contoh:
Saat siswa diberikan suruhan menggambar bangun segiempat sampai beberapa gambar, kemudian siswa ditanya bahwa apakah ada bangun segiempat lain yang berbeda dengan gambar yang kamu buat? Jika ada ada berapa macamkah bangun segiempat berbeda yang dapat kamu gambar? Kemudian siswa tersebut menjawab bahwa ada tak hingga banyak bangun segiempat yang berbeda.


4.      Indikator untuk tingkat 3 (deduksi)
*      Siswa berusaha mendapatkan klarifikasi terhadap pertanyaan-pertanyaan  atau soal-soal yang maknanya kabur dan berusaha untuk merumuskan   pertanyaan-pertanyaan dan soal-soal itu ke dalam bahasa yang lebih eksak.
Contoh:
Diketahui "suatu trapesium siku-siku sama kaki, sisi alasnya 5 cm dan yang lain 6 cm" dan seterusnya.
Kalimat dalam soal tersebut kurang jelas, siswa pada tingkat ini akan cenderung berusaha untuk mendapatkan kejelasan maksud kalimat tersebut.
*      Siswa sering membuat conjecture, dan berusaha membuktikannya secara deduktif.
Contoh:
Pada soal "mystery shape", siswa menduga bangun yang dimaksud oleh soal tersebut adalah jajargenjang. Maka ia berusaha membuktikan bahwa bangun tersebut mempunyai sisi-sisi berhadapan sejajar.
*      Siswa bergantung kepada bukti-bukti untuk memutuskan nilai kebenaran suatu pernyataan matematika.
Contoh: 
Untuk membuktikan jumlah sudut yang berdekatan pada bangun trapesium adalah 180o, maka siswa tersebut berusaha membuktikannya terlebih dahulu.
*      Siswa memahami peranan komponen-komponen dalam suatu materi matematika, misalnya aksioma, definisi, dan bukti dari suatu teorema. Siswa memahami dari aksioma dapat diturunkan dalil, dan dari dalil tersebut dapat diturunkan dalil berikutnya.
Contoh:  Diberikan pernyataan-pernyataan berikut:
Aksioma 1          : terdapat empat buah titik.
Aksioma 2          : dari dua titik dapat dibangun tepat sebuah garis.
Definisi 1           :
Segiempat adalah gabungan dari empat ruas garis yang tepat dua-dua ujung ruas garis tersebut saling bertemu pada sebuah bidang datar dan tidak ada tiga titik temu yang segaris
Pada tingkat ini siswa memahami bahwa dari dua aksioma dan sebuah definisi tersebut dapat diturunkan suatu teorema.
Teorema 1: terdapat 6 macam segiempat yang berbeda.
*      Siswa secara implisit menerima postulat-postulat geometri Euclides.
Contoh: 
Dalam menyebutkan sifat persegi panjang, yaitu jumlah dua sudut berdekatan pada persegi panjang adalah 180o. Hal itu membuktikan bahwa secara implisit siswa telah menerima postulat kesejajaran Euclid.

e.       Beberapa Saran Pembelajaran Geometri Berdasarkan Teori Van Hiele
Ada banyak saran pembelajaran yang disarankan oleh beberapa ahli dan peneliti. Pada umumnya saran-saran pembelajaran tersebut lebih ditekankan pada berbagai saran-saran kegiatan di kelas. Misalnya, dalam website IMAGES memberikan gambaran umum kegiatan pembelajaran pada setiap level berpikir siswa. dalam website menyajikan saran-saran pembelajaran sebagai berikut:
Level 0 : visualisasi
*      Menyortir, mengidentifikasi, mendeskripsikan bangun
*      Memanipulasi model fisik
*      Membandingkan bangun-bangun datar yang sama dalam ukuran yang berbeda-beda untuk menentukan karaktristik bangun datar tersebut
*      Membentuk, menggambar, mengambil dan sebagainya
Level 1 : analisis
*      Berpindah dari identifikasi sederhana ke identifikasi sifat dengan menggunakan model-model konkrit, untuk mendefinisikan, menghitung, mengobservasi, dan menentukan sifat
*      Menggunakan model dan/  atau dengan teknologi untuk mendefinisikan sifat-sifat bangun datar, membuat daftar sifat-sifat, dan berdiskusi.
*      Melalui problem solving,  terdiri dari tugas-tugas yang menekankan sifat-sifat bangun-bangun geometri
*      Mengklasifikasifikasi dengan menggunakan sifat-sifat bangun geometri


Level 2 : abstraksi
*      Melalui problem solving,  terdiri dari tugas-tugas yang menekankan sifat-sifat bangun-bangun geometri
*      Menggunakan model dan daftar sifat-sifat bangun datar untuk menentukan kondisi cukup dan kondisi perlu dari sifat-sifat bangun-bangun geometri
*      Menggunakan kalimat-kalimat deduktif informal
*      Menggunakan model dan gambar (software) sebagai alat untuk generalisasi dan counter-example
*      Membuat dan menguji hipotesis
*      Menggunakan daftar sifat-sifat yang diberikan untuk mendefinisikan suatu bangun geometri
Level 3: deduksi
Pada level ini siswa dapat diajak untuk mendefinsikan bangun-bangun geometri dan dapat diajak melakukan pembuktian-pembuktian dengan menggunakan aksioma-aksioma atau teorema-teorema.
Sedangkan dalam Crowley (1987) menyajikan saran-saran pembelajaran lengkap dengan contoh-contohnya. Namun pemakalah menilai bahwa dalam penyajian saran pembelajaran tersebut terjadi pengulangan kegiatan pada level-level tertentu yang sebenarnya kegiatan tersebut telah dilakukan di level sebelumnya dan lebih cocok dilaksanakan pada level tersebut. Akhirnya, berdasarkan sumber-sumber ini pemakalah menyimpulkan dan memilih beberapa saran pembelajaran geometri antaralain:
*      Level 0 : Visualisasi
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan pada level ini, siswa diberi kesempatan untuk:
·         Memanipulasi model konkrit, memberi warna, melipat dan mengkonstruksi.
 









·         Menyortir (sorting), mengidentifikasi (identifying), dan mendeskripsikan bangun (describing shapes).




                                                                                

·         Mengenal bangun-bangun dengan ukuran yang  berbeda-beda dan berorientasi pada beragama bangun.
·         Mendesain bangun-bangun geometri dengan mngenggambar pada kertas berpetak, membentuk bangun-bangun geometri pada papan berpaku, atau memebentuk bangun-bangun geometri dari sedotan air minum, lidi, stik, dan lain sebagainya
·         Mendeskripsiskan bangun-bangun geometri dengan bahasa-bahasa yang sederhana (informal).
*      Level 1 :  Analisis
Pada level ini, siswa berpindah dari mengindentifikasi bangun ruang ke pengenalan akan sifat-sifat bangun geometri melalui observasi, menghitung dan mendefinisikan.
Setiap siswa diberikan kesempatan untuk:
*      Melalui beberapa kegiatan seperti menghitung, melipat, menggunting, dan lain sebagainya siswa dapat mendefiniskan sifat-sifat bangun geometri dan hubungan-hubungan geometri lainnya.
Contohnya, melipat layang-layang untuk mengetahui sifat-sifat diagonal layang-layang.
*      Mengklasifikasikan kelas-kelas bangun geometri dengan memberikan sifat-sifat bangun-bangun geometri tersebut (menggunakan kartu-kartu, bahasa-bahasa verbal, dsb)
*      Membandingkan bangun-bangun geometri berdasarkan sifat-sifatnya. Misalnya, jajargenjang dan layang-layang sama-sama memiliki empat sisi yang saling sejajar.
*      Level 2 : deduksi informal
Pada level ini, kesatuan/jaringan hubungan sifat-sifat bangun geometri mulai dibangun. Untuk mencapai hal ini, siswa diberi kesempatan untuk:
*      Mempelajari kembali sifat-sifat bangun geometri pada level satu, selanjutnya membuat konklusi dan implikasi. Atau dengan menggunakan model atau  teknologi lainnya untuk mendefinisikan sifat-sifat bangun geometri.
Misalnya, dengan menunjukkan kartu sifat seperti ini dan siswa dimintan untuk membuat suatu kesimpulan.
Memiliki 4 sisi
Keempat sudutnya sama besarbesar
Sisi yang berlawanan saling sejajar
Persegipanjanggg
Persegi
sisi yang berlawanan sama panjang
Keempat sisinya sama panjang
 





                                                                                                            


*      Mengembangkan dan menggunakan definisi
*      Memberikan definisi dalam kalimat-kalimat atau pendekatan yang berbeda
*      Menyelesaikan latihan-latihan yang menekankan sifat-sifat dari bangun geometri.
*      Level 3 : Deduksi Formal
Pada level ini, siswa diberi kesempatan untuk :
*      Mengidentifikasi apa yang diketahui dan apa yang akan dibuktikan dari suatu masalah yang diberikan
*      Mengidentifikasi informasi-informasi dari gambar atau masalah yang diberikan
*      Mendemonstrasikan pemahaman tentang arti dari postulat/aksioma, teorema dan definisi-definisi
Contoh :
Siswa diberikan beberapa pernyataan  kemudian diminta untuk menunjukkan mana yang merupakan postulat, teorema atau definisi.
*      Membuktikan hubungan-hubungan yang telah dikembangkan secara informal pada level 2
*      Membandingkan pembuktian-pembuktian teorema yang berbeda-beda. Misalnya teorema phytagoras
*      Menggunakan beragam teknik dalam pembuktian
*      Mengidentifikasi strategi-strategi umum dalam pemecahan masalah
*      Level 4 : rigor
Pada level ini siswa belajar geometri dalam sistem geometri yang lebih kompleks atau aksiomatik. Biasanya pembelajaran seperti ini diberikan di perguruan tinggi.





























3.      PENUTUP
Kesimpulan
Dalam pembelajaran geometri, untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa dalam geometri, pembelajaran yang dirancang hendaknya memperhatikan tingkat-tingkat berpikir siswa seperti yang diungkapkan oleh Van Hiele.  Teori ini memuat lima tingkat berpikir siswa dalam geometri yang utama secara berurutan yaitu: tingkat berpikir 0: Visualisasi (Visualization), tingkat berpikir 1: Analisis (Analysis), tingkat berpikir 2: Abstraksi (Abstraction), tingkat berpikir 3: Deduksi (Deduction), dan tingkat berpikir 4: Keakuratan (Rigor).
Ada beberapa keunggulan dari teori van hiele yaitu:
*      Teori Van Hiele memfokuskan pada belajar geometri
*      Teori Van Hiele menyediakan tingkatan hierarkis pemahaman dalam belajar geometri dimana setiap tingkat menunujukkan proses berpikir yang digunakan seseoarang dalam belajar konsep geometri. Hal ini berarti bahwa sajian pembelajaran akan dapat dirancang berdasarkan tingkat-tingkat berpikir siswa sehingga pembelajarannya akan lebih efektif.
*      Teori Van Hiele menyediakan deskriptor umum pada setiap tingkatan yang dijabarkan dalam deskriptor yang lebih operasional dan setiap tingkatan dapat dikembangkan tahap-tahap pembelajarannya.
*      Teori Van Hiele memiliki keakuratan dalam mendeskripsikan berpikir siswa dalam geometri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar